Ini sebuah kisah nyata. Sepasang suami istri jemaah salah satu mesjid
di Bogor sedang resah, galau dan gelisah. Betapa tidak, anak gadisnya
yang baru menginjak kelas dua SMA, tiba-tiba memberitahukan bahwa
dirinya telah berpindah keyakinan. Dari muslim menjadi kristen. Orang
tua mana yang tidak kaget mendengar pengakuan ini. Ia tidak menyangka
mengalami peristiwa ini, karena ia telah memberikan pendidikan agama
yang terbaik buat anaknya. Bahkan saat tingkat SD, ia mamasukkan sang
anak di SD Islam.
Suami istri ini, lalu berusaha memberikan nasehat agar sang anak kembali memeluk agama Islam. Namun, rupanya sang anak telah terpengaruh oleh lingkungan pergaulannya dan mendapatkan pengetahuan yang cukup kuat. Ia tidak menuruti nasehat orang tuanya, ia tetap berpegang teguh memeluk agama kristen.
Menghadapi situasi ini, suami istri pun bertambah gelisah. Ia lalu mengajak sang anak berkonsultasi dan berdialog dengan seorang ustadz di mesjid terdekat. Namun, ustadz ini pun kewalahan berdialog dan berdebat dengannya. Lantas sang ustadz menyarankan agar membawa anak ini ke seorang ustadzah ahli kristologi yang dulunya seorang pendeta. Harapannya, sang ustadzah bisa memberikan penjelasan yang lebih ’komprehensif’. Apa yang terjadi, sang anak menolak ajakan ini.., ia beralasan Ustadzah itu telah kafir…
Melalui kisah nyata ini, setidaknya ada satu pelajaran penting yang harus menjadi perhatian setiap orang tua muslim. Yakni berhati-hatilah mengawal aqidah dan keyakinan anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak tumbuh tanpa bimbingan agama yang benar sehingga dirinya keluar dari jalan agama Islam.
Sebagai orang tua muslim, tentunya telah sepakat bahwasanya anak adalah amanah Alloh yang sangat kita cintai. Tidak ada orang tua yang tega membiarkan anak tumbuh tanpa pedoman dan bimbingan yang benar. Orang tua senantiasa memanjatkan doa dan harapan agar dikaruniai seorang anak yang sholeh. Bukan hanya saat tumbuh kembang anak, namun saat orang tuanya menikah, mengandung, dan proses melahirkan. Semua prosesi berujung pada suatu doa dan harapan agar dikaruniani anak yang sholeh, bertaqwa, taat beribadah, berbuat baik kepada orang tua, bahagia dunia dan akhirat.
Mari kita berdo’a agar anak gadis dalam kisah di atas kembali kepada keyakinan Islam dengan tulus dan tanpa keraguan. Dan kejadian di atas tidak menimpa keluarga kita di kemudian hari.
Alloh berfirman, “Hendaklah kamu takut kepada Alloh, jika meninggalkan keturunan dalam keadaan lemah”. Lemah di sini bukan hanya lemah secsara fisik dan ekonomi, namun yang lebih penting adalah lemah iman. Jadi, orang tua memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses membina dan mengawal keimanan anak. Nabi Muhammad bersabda, “Seorang anak terlahir dalam keadaan suci, maka peranan orang tualah yang menjadikan dirinya nasrani, yahudi dan majusi”.
Janganlah orang tua hanya sibuk mencari nafkah semata, sehingga melupakan perhatian dan pendidikan sang anak, terutama dalam pendidikan agama Islam. Orang tua jangan lengah memantau dengan siapa anak kita bergaul. Waspadalah terhadap praktek-praktek yang dilakukan oleh non muslim untuk memurtadkan anak-anak orang islam. Tidak sedikit pemuda non muslim memiliki misi merayu anak-anak putri orang islam. Mereka mengajak bersahabat bahkan ‘pacaran’ sambil memasukkan doktrin agamanya. Tidak segan-segan mereka masuk Islam untuk menikahi gadis muslim, namun setelah menikah mereka kembali ke agama asalnya bahkan mengajak istrinya.
Nabi Muhammada SAW bahkan secara rinci telah memberikan panduan dalam mendidik anak. Salah satu haditsnya mengatakan “Perintahkanlah anak kalian sholat pada umur 7 tahun”. Kalau kita merenungi hadits ini, tentunya kita harus berusaha memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak. Targetnya sebelum umur 7 tahun, anak minimal sudah hafal surat al-Fatihah, tata cara sholat, kenapa harus sholat, dan lain sebagainya.
Jadi, seimbangkanlah pendidikan yang diberikan kepada anak antara pendidikan umum dan agama, bahkan kalau bisa memberikan porsi agama yang lebih. Ciptakan suasana keagamaan yang kondusif di rumah. Perlihatkan tauladan orang tua membaca al-Quran di rumah. Sesekali lakukan pula pengajian bersama di rumah dan dihadiri sang anak. Jika dikaruniai rizki yang berlimpah, bisa juga melakukan wisata keluarga bernuansa rohani (umrah) bersama anak.
Begitu besarnya tuntutan orang tua dalam memberikan pendidikan agama kepada sang anak, bahkan salah satu surat al-Quran dinamai surat LUKMAN. Ia merujuk pada pesan LUKMAN terhadap anaknya agar tidak menyekutukan Alloh dengan dzat lain.
Bukankah kita sangat mencintai anak, dan cinta yang hakiki adalah menggapai kebahagiaan bersama di dunia dan akhirat. Dan…kebahagiaan ini hanya didapat jika anak mendapatkan bimbingan dan hidayah Alloh SWT untuk berislam dengan tulus dan sempurna sampai akhir hayatnya.
“Dikutip dari Pengajian Ahad Shubuh, 11 Maret 2012, Mesjid Darussalam Kota Wisata Cibubur, Narasumber: Ust. Drs. H. Aseph Aonuddien MSi”
Suami istri ini, lalu berusaha memberikan nasehat agar sang anak kembali memeluk agama Islam. Namun, rupanya sang anak telah terpengaruh oleh lingkungan pergaulannya dan mendapatkan pengetahuan yang cukup kuat. Ia tidak menuruti nasehat orang tuanya, ia tetap berpegang teguh memeluk agama kristen.
Menghadapi situasi ini, suami istri pun bertambah gelisah. Ia lalu mengajak sang anak berkonsultasi dan berdialog dengan seorang ustadz di mesjid terdekat. Namun, ustadz ini pun kewalahan berdialog dan berdebat dengannya. Lantas sang ustadz menyarankan agar membawa anak ini ke seorang ustadzah ahli kristologi yang dulunya seorang pendeta. Harapannya, sang ustadzah bisa memberikan penjelasan yang lebih ’komprehensif’. Apa yang terjadi, sang anak menolak ajakan ini.., ia beralasan Ustadzah itu telah kafir…
Melalui kisah nyata ini, setidaknya ada satu pelajaran penting yang harus menjadi perhatian setiap orang tua muslim. Yakni berhati-hatilah mengawal aqidah dan keyakinan anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak tumbuh tanpa bimbingan agama yang benar sehingga dirinya keluar dari jalan agama Islam.
Sebagai orang tua muslim, tentunya telah sepakat bahwasanya anak adalah amanah Alloh yang sangat kita cintai. Tidak ada orang tua yang tega membiarkan anak tumbuh tanpa pedoman dan bimbingan yang benar. Orang tua senantiasa memanjatkan doa dan harapan agar dikaruniai seorang anak yang sholeh. Bukan hanya saat tumbuh kembang anak, namun saat orang tuanya menikah, mengandung, dan proses melahirkan. Semua prosesi berujung pada suatu doa dan harapan agar dikaruniani anak yang sholeh, bertaqwa, taat beribadah, berbuat baik kepada orang tua, bahagia dunia dan akhirat.
Mari kita berdo’a agar anak gadis dalam kisah di atas kembali kepada keyakinan Islam dengan tulus dan tanpa keraguan. Dan kejadian di atas tidak menimpa keluarga kita di kemudian hari.
Alloh berfirman, “Hendaklah kamu takut kepada Alloh, jika meninggalkan keturunan dalam keadaan lemah”. Lemah di sini bukan hanya lemah secsara fisik dan ekonomi, namun yang lebih penting adalah lemah iman. Jadi, orang tua memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses membina dan mengawal keimanan anak. Nabi Muhammad bersabda, “Seorang anak terlahir dalam keadaan suci, maka peranan orang tualah yang menjadikan dirinya nasrani, yahudi dan majusi”.
Janganlah orang tua hanya sibuk mencari nafkah semata, sehingga melupakan perhatian dan pendidikan sang anak, terutama dalam pendidikan agama Islam. Orang tua jangan lengah memantau dengan siapa anak kita bergaul. Waspadalah terhadap praktek-praktek yang dilakukan oleh non muslim untuk memurtadkan anak-anak orang islam. Tidak sedikit pemuda non muslim memiliki misi merayu anak-anak putri orang islam. Mereka mengajak bersahabat bahkan ‘pacaran’ sambil memasukkan doktrin agamanya. Tidak segan-segan mereka masuk Islam untuk menikahi gadis muslim, namun setelah menikah mereka kembali ke agama asalnya bahkan mengajak istrinya.
Nabi Muhammada SAW bahkan secara rinci telah memberikan panduan dalam mendidik anak. Salah satu haditsnya mengatakan “Perintahkanlah anak kalian sholat pada umur 7 tahun”. Kalau kita merenungi hadits ini, tentunya kita harus berusaha memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak. Targetnya sebelum umur 7 tahun, anak minimal sudah hafal surat al-Fatihah, tata cara sholat, kenapa harus sholat, dan lain sebagainya.
Jadi, seimbangkanlah pendidikan yang diberikan kepada anak antara pendidikan umum dan agama, bahkan kalau bisa memberikan porsi agama yang lebih. Ciptakan suasana keagamaan yang kondusif di rumah. Perlihatkan tauladan orang tua membaca al-Quran di rumah. Sesekali lakukan pula pengajian bersama di rumah dan dihadiri sang anak. Jika dikaruniai rizki yang berlimpah, bisa juga melakukan wisata keluarga bernuansa rohani (umrah) bersama anak.
Begitu besarnya tuntutan orang tua dalam memberikan pendidikan agama kepada sang anak, bahkan salah satu surat al-Quran dinamai surat LUKMAN. Ia merujuk pada pesan LUKMAN terhadap anaknya agar tidak menyekutukan Alloh dengan dzat lain.
Bukankah kita sangat mencintai anak, dan cinta yang hakiki adalah menggapai kebahagiaan bersama di dunia dan akhirat. Dan…kebahagiaan ini hanya didapat jika anak mendapatkan bimbingan dan hidayah Alloh SWT untuk berislam dengan tulus dan sempurna sampai akhir hayatnya.
“Dikutip dari Pengajian Ahad Shubuh, 11 Maret 2012, Mesjid Darussalam Kota Wisata Cibubur, Narasumber: Ust. Drs. H. Aseph Aonuddien MSi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar