Rabu, 19 Desember 2012

... Problematika Cinta ...

Kita mungkin pernah sama-sama merasakan, ada suatu fase dalam hidup kita saat dimana pikiran, hati, kaki, tangan, dan jiwa kita ditentukan oleh cinta, bagaimana segala kebahagiaan itu ditentukan dari kesuksesan cinta dalam balutan standar manusia. Pada konten ini kemudian cinta berubah menjadi sayembara yang kerap melontarkan kata-kata penjara jiwa seperti “Hidupku akan mati jika diputus oleh kekasih” atau “Kita tidak bisa hidup tanpa kekasih”. Sedangkan, remaja kerap berkata, “Jika mempunyai kekasih, belajar akan lebih termotivasi”.Malah bisa jadi ada sumpah serapah yang terlontar kepada laki-laki atau perempuan yang telah mengkhianati cinta? Dan sebelum itu ketika saya kuliah, ada kawan berujar serius .”Akhi, pacaran adalah keniscayaan untuk merasakan cinta. Lo harus nyoba, kalau memang mau paham cinta”.

Saat itu saya tertegun, meretas senyum kepadanya, dan melambungkan mata ke atas untuk mengeri arti cinta sejati. Tanpa disadari kita sudah meletakkan sesuatu yang pasti kepada manusia yang lemah, individu yang tak tahu masa depan itu sendiri

Ketika kita mulai menjajakan cinta dan pada akhirnya kita gantungkan harapan cinta itu kepada manusia, pasti yang ada kekecewaan, karena kemampuan manusia terbatas. Ia tidak bisa memastikan, ia tidak bisa menjadi penentu pasti, manusia tetaplah manusia dengan segala kelemahannya. Adagium, sepandai-padaninya tupai melompat akhirnya jatuh juga, tidak bias makhluk, dan bukan sekedar pepatah dalam rangka mengingatkan ikhtiar manusia, karena pada kenyatannya, Allah telah menggariskan kemampuan manusia jauh sebelum adagium itu hadir. Sehubungan ini Allah SWT berfirman:

“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.”(QS. An-Nisa, 28).

“Allah telah menciptakan kalian lemah, kemudian menjadi kuat, lalu setelah kuat kalian menjadi lemah dan tua.” (QS. Rum, 54).

Masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan hal serupa, mirip, dan memiliki kesamaan. Bahkan jauh melompat dari kedua ayat di atas, pada momentum ayat yang lainnya, Allah terang-terangan mengidentifikasikan manusia dalam keadaan yang begitu rentan terhadap hati. Dalam surah ke 70 ayat 19, Allah berfirman: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”,

Tidak berakhir disitu, kemudian Allah menjelaskan lagi perihal makhluk hidup ini yang akan membuat kita terangsang untuk lekas mengintropeksi diri, muhasabah, dan kembali kepada khittah kehidupan cinta, yakni firman yang berbunyi selang dua ayat berikutnya, “dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”.

Problematika cinta manusia, sudah jauh di lukiskan dengan amat baik oleh Ibnu Qayyim. Dikaji mendalam oleh Imam ghazali, dan mundur ke belakang di tulis dengan amat menyentuh oleh Ibnu Taimiyyah. Tentu kapasitas penulis teramat jauh dengan kemampuan ulama besar itu yang kerap dikaji pada tiap malam di sebuah mesjid indah di Depok, dengan kitab FenomenalTazkiyatunnufus.

Ada banyak varian dari timbulnya problematika cinta, salah satunya bagaimana kita salah mengelola qalbu dalam cinta. Qolbu adalah wilayah yang urgen dalam kehidupan, hingga Rasulullah pernah mengeluarkan hadisnya yang menyentuh,

“Ketahuilah sesungguh dalam jasad ada segumpal darah. Jika ia baik seluruh jasad akan baik pula. Jika ia rusak maka seluruh jasad akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu.”

Banyaknya manusia yang terpuruk dalam cinta dan dikuasai hawa nafsu tak lepas karena kita mengingkari kesucian qolbu, hati, dan nilai-nilai fitrah dalam diri. Wilayah sensitif ini menjadi lupa untuk kita perhatikan karena sudah demikiannya kita jauh dari Allah, dan merasa diri sombong dengan meletakkan ayat-ayat ilahi sebagai prioritas kedua dalam mengarungi cinta.Naudzubillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar